Sunday, June 17, 2012

MENJADI MANUSIA BATAK SEJATI


Manusia Batak Sejati bukanlah mereka yang sekedar berdarah Batak, tetapi adalah mereka yang masih berbudaya Batak, dan masih terikat dengan budaya tersebut dalam penentuan cara mereka berpikir (mode of thinking), cara merasa (mode of feeling) dan cara mengambil keputusan bertindak (mode of evaluating and taking decision).

Budaya Batak bukanlah sekedar paraphernalia (ornamaent, hiasan) ataupun pertunjukan identitas sebagai orang Batak, tetapi adalah suatu sarana survival (Bertahan hidup) dan budaya hidup yang tepat untuk mencapai sukses dalam kehidupan di dunia ini. Pahamilah adat dan budaya Batak, libatkan diri, dan anda akan menjadi seorang petarung yang sukar dikalahkan dalam persaingan hidup di masa sekarang dan yang akan datang. Yang baik dan tidak bertentangan dengan iman yang mengutamakan “Kasih” kita lestarikan, yang negatif kita tinggalkan, and you will be a great competitor.

Dengan menjalankan adat, Batak diajar mengelola konflik. Manusia Batak memang tidak cenderung mengelakkan konflik, mereka selalu berusaha  menanggulanginya melalui cara-cara Rekonsiliasi sebagai modal awal, karena mereka adalah manusia yang selalu siap mengambil risiko. Batak adalah risk taker namun harus manat, awas dan hati-hati. Demikianlah manusia Batak dibina dan dipersiapkan oleh budayanya melalui pelaksanaan adat Batak dan upacara-upacaranya, menjadi seorang pemimpin, rekan sekerja dan pelaksana, yang unggul dan siap menggapai sukses dalam setiap tingkat persaingan hidupnya.

Keuntungan menjadi orang Batak (the advantages or benefit of being a Batak, dan bukan orang lain) :
  1. Sebagai orang Batak yang berbudaya Batak, memelihara solidaritas, membuka koloni-koloni baru dan berpegang pada kemandirian yang agressif dalam kehidupannya di dunia ini. 
  2. .Kebudayaan Batak dengan suatu tujuan hidup yang tangible, jelas dan rasional, yakni Hagabeon (keturunan yang banyak), Hamoraon (kekayaan) dan Hasangapon (kemuliaan atau keterhormatan.
  3. Kebudayaan Batak memberikan Pedoman (guide lines) yaitu Tata Krama Utama bermasyarakat yang disebut dengan Dalihan Na Tolu : Somba marhula-hula (hormat kepada hula-hula: marga-marga dari mana istri, ibundanya, inangtua/uda, ompung boru dst ), Manat mardongan tubu (tertib dan awas terhadap kawan semarga),dan Elek marboru (lemah lembut dan bersikap mengayomi terhadap boru).
  4.  Budaya Batak memberikan seperangkat alat atau wahana berupa sikap-sikap hidup (attitudes)  berupa
a.       Realistis dan rasional (atau pragmatis dan berazas manfaat)
b.      Terus terang/Terbuka (transparent, straight to the point dan result oriented)
c.       Setia kawan (reliable atau dapat diandalkan)
d.      Sungguh-sungguh dan tidak berpuas diri (no self complacences)
e.       berani ambil risiko (risk taker)
f.       Bertanggung jawab (Responsible)
g.      Demokrat (yang berakar pada sikap egalitarian, semua orang adalah sederajat dan mempunyai hak dan kewajiban yang sama, setiap orang adalah raja atau boru ni raja)

Kesemua sikap hidup ini dapat disimpulkan dalam suatu sikap hidup utama Batak : raja (tekanan di suku kata yang kedua dan artinya mendekati kata satria atau gentleman di Inggris dan muruwah di Arab) yang bermakna: mandiri, bijak, bertanggungjawab dan berwibawa.
Sikap raja adalah sikap ideal seorang orang Batak, dan kalau kadar salah satu unsurnya rendah atau bias (salah kaprah), mutu ke-raja-an seseorangpun berkurang (kata orang: ndang atau tidak raja). Budaya Batak menanamkan sikap-sikap hidup tersebut kepada setiap orang Batak dengan tujuan yang jelas, yakni membuatnya menjadi seorang manusia yang
1.      Unggul dalam cara berpikir (habitual mode of thinking, kognitif)
2.      Unggul cara merasa (mode of feeling, affeksi) dan
3.      Unggul cara mengambil keputusan atau bertindak (evaluating), 

Sehingga memunculkannya menjadi seorang pesaing yang kuat dan tangguh dalam memenangkan persaingan hidup, bukan hanya di zaman hasipelebeguon  (animism) di waktu-waktu yang lalu, tetapi juga di zaman modern yang penuh tantangan sekarang ini.

Dengan semua kehebatan dan keberhasilan orang Batak dalam kiprahnya dalam kehidupan di dunia ini, dalam kenyataan kita segera dapat melihat mencuatnya beberapa produk negatif dari budaya Batak, yang timbul oleh pemahaman dan pengamalan yang bias (salah kaprah) dari ketiga produk unggul adat dan budaya Batak.
Orang Batak jaman sekarang sangat mengutamakan apa yang disebut keberhasilan (success) akibat kurang berfungsinya lembaga rohani dan pemerintahannya dimana “kepengurusanya/kepemimpinannya” hanyalah “orang-orang yang tertarik kepada lembaga Rohani (agama) dan Pemerintahan, hanyalah karena kekayaan dan kekuasaan dan hanya ingin dihormati, disegani, ditakuti demi kepentingan diri sendiri dan kelompok” dalam kehidupannya di dunia ini. Mereka sangat result oriented  dan tidak terlalu menghiraukan kualitas dan benarnya  proses (sering terburu-buru) dalam upayanya mencapai tujuan-tujuannya. Ketertarikan dan keterikatan orang Batak yang sangat kuat kepada keberhasilan sering memudarkan makna pepatah : “pantun hangoluan, tois hamagoan (sopan santun mendatangkan kehidupan, kekasaran menimbulkan kecelakaan)”. Dengan gamblang hal ini ditegaskan oleh ungkapan: “Purpar pande dorpi sibahen na rapot (ributpun tidak apa, asal berhasil)”, dan juga : “Molo suhar bulu ditait dongan, suhar do taiton (jika teman menarik bambu terbalik, kita juga harus mengikutinya)”, belum lagi yang paling parah istilah yang muncul sekarang “Dang Tu Ahu, Dang Tu Ho, Tumagon Tu Begu”. Kekompakan yang menjamin keberhasilanlah yang penting, walau prosesnya salah. Akibatnya adalah : “Keberhasilan sering menyempit menjadi hanya merupakam sesuatu untuk dipamerkan dan disombongkan. Sedangkan ketidak-berhasilan sering menimbulkan dendam, sirik dan dengki (hotel: hosom, teal, elat, late) dan pengabaian kualitas atau kebenaran proses dalam mencapai keberhasilan menghalalkan sikap-sikap kasar, tidak sopan, assertif, egois dan materialis”

Benar dan nyatalah bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta Alam Semesta manusia hanya dituntut untuk mengarah kepada pemilik kesempurnaan tersebut. Demikian halnya dengan Kebudayaan, Adat Istiadat  yang dimiliki oleh Bangso Batak yang tetap masih membutuhkan ajaran-ajaran yang mengutamakan “Kasih” atau “Barita Nauli” kepada sesama manusia dan makhluk hidup lainnya begitu juga lingkungan hidup (alam) dalam mematahkan setiap dampak negative yang ditimbulkan oleh kebiasaan-kebiasaan orang Batak walaupun pada umumnya kebiasaan dari sikap unggul tersebut apabila dipegang teguh mampu meningkatkan daya saing Bangso Batak dimanapun berada.  

Tulisan berdasarkan dari pendapat/tulisan Patiaraja dan tambahan Penulis Wesly Suta Fernando Simanjuntak
Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger