Friday, January 18, 2013

TB Silalahi: Jangan Pilih Pemimpin yang Senang Menabur Kebencian

LetJend (Purn) TB. Silalahi
JAKARTA – Tokoh masyarakat Sumut Letjen TNI (Purn) Dr TB Silalahi SH, mengingatkan seorang calon pemimpin harus menebar kasih dan menarik simpati dari masyarakat, bukan pernyataan-pernyataan yang memecah belah apalagi sampai menebar kebencian.

“Kalau ingin menjadi pemimpin, tebarlah kasih agar mendapatkan simpati dari masyarakat pemilih, bukan yang senang menabur kebencian dan kontroversi.

Dengan menabur kebencian akan sangat merugikan yang bersangkutan apalagi dalam rangka pilkada” ujarnya kepada koran ini di Jakarta, Kamis (17/1), menanggapi komentar miring seorang calon Gubernur Sumatera Utara Effendi Simbolon, atas pemberian tongkat “Tunggal Panaluan”, ulos dan seperangkat pakaian adat Batak dari tokoh Batak kepada Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, saat peresmian operasional Bandara Silangit, Jumat (11/1) lalu.

Dia mempertanyakan pernyataan miring tersebut, karena mengetahui betul pemberian penghargaan itu dilakukan setelah melewati sejumlah kajian mendalam oleh lembaga adat yang kompeten memutuskan pemberian penghargaan tersebut. Baik terkait integritas pribadi hingga komitmen Dahlan yang sangat mulia bagi pembangunan Tano Batak.

Dalam hal ini, Dahlan dengan perhitungan matang, mengalihkan pengelolaan Bandara Silangit dari Pemerintah kepada BUMN. Selain itu, dia juga memiliki komitmen menjadikan Bandara Silangit sebagai Bandara Udara Internasional.

“Beliau juga sudah meminta izin dari Presiden untuk memberi perhatian khusus terhadap Danau Toba. Presiden SBY sebelumnya kan juga sudah berjanji menjadikan Danau Toba menjadi objek tujuan wisata nomor dua setelah Bali. Nah, kalau Silangit menjadi bandara internasional, maka pesawat-pesawat dari Eropa, Jepang, Korea, China dan negara-negara lain akan singgah lebih dahulu di Silangit menuju Danau Toba sebelum ke Bali.

Dengan demikian menurutnya, para turis mancanegara akan datang berduyun-duyun ke kawasan Danau Toba,” ujarnya.

Untuk itu ia mengajak pemerintah daerah, masyarakat dan sejumlah investor dari Jawa, nantinya bersama-sama akan membangun objek-objek wisata, hotel berbintang, restoran berbintang, toko-toko souvenir dan lain sebagainya.

“Maka nasib daerah kawasan Danau Toba yang semula daerah tertinggal dan miskin akan segera merubah secara drastis nasib mayarakat di daerah kawasan Danau Toba, dan akan sejajar dengan daerah-daerah wisata lainnya seperti Bali. Dampak keputusan dan komitmen Dahlan ini akan sangat luar biasa dan banyak masyarakat yang belum menyadarinya,” ujarnya.

Selain itu menurut TB, Dahlan juga berjanji membangun jalan tol dari Medan menuju Bandara Kualanamu. Apabila ini terlaksana maka jarak tempuh dari Medan menuju Danau Toba melewati tanah Karo akan menjadi singkat. Otomatis penduduk didaerah Silalahi Nabolak akan berubah nasibnya karena wisatawan domestik maupun mancanegara juga akan membanjiri daerah tersebut.

Sebagai menteri BUMN, Dahlan menurut TB juga membatalkan rencana PTPN III yang sebelumnya berniat mengganti perkebunan teh di Sidamanik Simalungun menjadi perkebunan sawit.

Langkah ini tentu mendapat apresiasi luar biasa dari masyarakat, karena kebun teh membuat suasana Sidamanik tetap terpelihara keasliannya dengan tidak menghilangkan nilai historis ratusan tahun yang telah melekat. Seperti diketahui, sampai dengan tahun 1960-an Teh Sidamanik merupakan komoditi eksport kelas dunia untuk teh yang sangat yang terkenal di Eropa.

Dan masih banyak lagi komitmen dari Dahlan Iskan membangun Sumatera Utara pada umumnya,dan kawasan Danau Toba pada khususnya.

Pada hakekatnya menurut dosen senior Lemhannas ini, ulos memiliki nilai spritual yang sangat dalam.

“Ketika orang tua mangulosi anaknya maka nilai spritualnya orang tua tersebut mendoakan sang anak agar terlindung dari mara bahaya. Dengan demikian kalau kita mangulosi seseorang, maksudnya adalah memberkati orang tersebut dan melindunghinya dari segala macam percobaan, dan nilai-nilai inilah yang harus dilestarikan ke depan,” katanya.

Di samping itu kata mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ini, penghargaan kepada Dahlan Iskan sesuai dengan filosofi yang dianut dan diturunkan oleh nenek moyang orang Batak. Filosofi itu adalah hagabeon, hamoraon, dan hasangapon.

Dahlan Iskan menurutnya sudah gabe, artinya berkeluarga dengan baik, dia juga mamora bukan hanya kaya dalam harta sebagai salah satu konglomerat Indonesia tetapi juga kaya akan kepribadian.

Hasangapon atau kehormatan, Dahlan adalah Menteri BUMN yang mengelola lebih dari 140 perusahaan BUMN dan kalau ditambahkan dengan anak perusahaannya menjadi lebih dari 400 perusahaan. Boleh dikatakan aset bangsa ini berada ditangan Dahlan Iskan.

Ketiga filosofi tadi itu sangat dipenuhi oleh Dahlan Iskan. Kehormatan yang diberikan kepada Dahlan Iskan sudah diberikan oleh beberapa suku di Indonesia. “Saya sangat yakin hanya orang-orang yang berpolitik praktis demi kepentingan sesaat yang tidak setuju dengan penganugerahan ini.

Pada saat Dahlan Iskan dibulang-bulangi di Silangit, yang dihadiri lebih dari 1.000 orang menyambut dengan sangat antusias atas penganugerahan tersebut. Sebaiknya, agar tidak merugikan diri sendiri yang mengkritik itu seharusnya meminta maaf kepada lembaga adat Batak khususnya lembaga adat Tapanuli Utara dan kepada para bupati, kalau tidak itu akan sangat merugikan calon gubernur tersebut,” jelasnya.

Sementara Pakar Sosiologi dari Universitas Indonesia (UI) Kastorius Sinaga, blak-blakan menyebut cagub dari PDI Perjuangan itu tidak punya etika. Kasto-panggilan akrabnya-menyebut Effendi,tak pantas menjadi seorang calon gubernur.

“Itu statemen yang tidak beretika sama sekali, yang tak pantas dikeluarkan dari mulut seorang calon pemimpin,” ujar Kasto kepada koran ini di Jakarta, kemarin (17/1).

Seperti diberitakan, di acara serah terima Bandara Silangit dari Kemenhub ke BUMN yakni PT Angkasa Pura (AP) II pada 11 Januari 2013, sejumlah tokoh adat Batak di Taput memberikan tongkat Tunggal Panaluan sebagai simbol kepercayaan dari tokoh adat Batak di Tapanuli kepada Dahlan Iskan. Ulos bulang-bulang juga diberikan ke Dahlan, yang dinilai punya perhatian besar terhadap pengembangan bandara tersebut.

Sejumlah warga Batak juga memberikan ulos kepada Dahlan di gedung Kementerian BUMN di Jakarta, Rabu (9/1) lalu, guna mendoakan Dahlan yang saat itu baru saja mengalami kecelakaan mobil lstrik Tucuxi.

Effendi Simbolon menyebut Dahlan tak pantas mendapatkan ulos, dengan menyebut pria asal Jawa Timur itu sebagai orang gila. Dia mengatakan kalimat itu di Simalungun, dan diulang lagi di Medan.

“Ia, memang benar Dahlan Iskan itu gila. Bagi kami di DPR RI Komisi VII dari mana tokohnya? Apakah dia (Dahlan, red) memberikan kontribusi membangun tanah Batak? Kalau memberikan, apa kontribusinya,? ucapnya kepada Sumut Pos, Rabu (16/1) yang menemuinya di Hotel Grand Antares, Medan.

Kastorius Sinaga menilai, Effendi Simbolon yang justru tak paham nilai-nilau kultural orang Batak. Dikatakan Staf Ahli Kapolri itu, orang Batak sangat menjunjung tinggi persaudaraan antaretnis.
“Dahlan yang orang Jawa, diberi ulos Batak, itu bagus untuk mempererat hubungan kultural antaretnis, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kalau Effendi keberatan, itu menunjukkan watak dan karakter dia yang jauh dari nilai-nilai interaksi kultural,” beber Kasto. Kasto menilai, Effendi punya persoalan pribadi dengan Dahlan. Namun, sebagai seorang cagub, mestinya Effendi bisa menyembunyikan persoalan pribadi itu demi kepentingan yang lebih besar, yakni persaudaraan antaretnik.

“Tapi rupanya, dia tak bisa mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Ini lah type calon penguasa yang sangat buruk. Bergaya otoriter,” tegas Kasto.

Kasto mendesak Effendi mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada Dahlan dan kepada warga Batak. “Karena pernyataan itu sangat tidak mendidik,” ujar Kasto.

Sementara itu, kecaman kepada Effendi juga datang dari masyarakat luas, yang membaca berita berjudul ‘Kritik Dahlan Iskan, Effendi Simbolon Tuai Kecaman” yang dimuat di JPNN.com, Kamis (17/1). Para pembaca mengomentari berita dengan beragam kalimat kecaman ke anggota DPR itu.

Antara lain, pembaca yang bernama Bratadewi menulis, “Nggak paten X cakap tulang GILA itu macam gak sekolah aja kau, kalo angg legislatif, eksekutif yudikatif, itu bahasanya yg spektakuler lah lae.”

Pembaca yang lain, Ayu Amir, berceloteh, “Bah !! begitunya akhlak calgub ku, jadi tak syoor aku mau milih dia, mau jadi apa Sumut ku ini nanti kalo dia yg mimpin, takut aku jadi gila bah.”
Pembaca yang lain, Efi Safifah menulis,” mengatakan orang lain gila .. padahal dia sendiri yang gila”.

Riki Herdiansyah bercuap, “doaku hari ini: Ya Alloh jadikan pemimpin2 Indonesia ‘gila’ seperti Dahlan Iskan. Jauhkan dari pemimpin2 gila beneran seperti Efendi Simbolon. Sadarkan Efendi Simbolon kalau Bagan Siapi-api itu tidak ada di Sumut. Berikanlah cermin kejujuran nurani buat Efendi apakah dengan kemampuan dan sikap mental seperti itu dirinya masih merasa layak untuk mencalonkan menjadi gubernur.”

Sedang Nana menulis, “Saya yakin orang Medan sangat cerdas untuk menilai apakah orang arogan seperti ini pantas untuk jadi pemimpin mereka………”

Iskandar H berkomentar,” Saudaraku yg ada di MEDAN, yg akan melakukan PILGUB, anggap saja pernyataan Efendi Simbolon suatu pertanda bahwa dia tidak pantas utk dipilih.” Ahmad Allauddin menulis singkat, “ dasar Effendi si bloon…!!!.”

Beda lagi dengan Nov. Dia berkomentar, “bagi orang Batak yg menunjunjung tinggi adat dan marga, apalagi tamparan yg lebih keras daripada ditampar oleh kaum adat Batak??? kena kau.”

Senada dengan Kastorius Sinaga, Ketua Umum Forum Masyarakat peduli Bonapasogit (FMPB) Turman Simanjuntak, menyebut Effendi MS Simbolon tidak paham kebudayaannya sendiri, yakni budaya Batak. “Jika benar Effendi Simbolon menyatakan Menteri BUMN Dahlan Iskan tidak pantas mendapat bulang-bulang dari tokoh adat karena disebutnya Dahlan Iskan itu adalah orang gila, itu sama saja Effendi tidak mengerti budaya Batak,” ujar Turman Simanjutak, Rabu (16/1).

Effendi seharusnya tahu, bahwa pemberian bulang-bulang itu biasa diberikan kepada pejabat tinggi negara, tokoh pembangunan, serta orang yang berjasa bagi bangsa ini. Tokoh adat di Kabupaten Tapanuli Utara tentunya sudah menilai serta bermufakat atas pemberian bulang-bulang itu kepada Pak Dahlan Iskan. “Jadi, dalam hal ini, Effendi Simbolon sudah termasuk melecehkan keputusan tokoh adat Batak yang menyerahkan bulang-bulang itu,” sambung Turman.

“Alasan lainnya kenapa saya mengatakan Effendi tidak mengerti budaya Batak adalah, sekaitan dengan pernyataan Effendi Simbolon baru-baru ini di media yang menyebut kalau Bagan Siapi-api itu ada di Sumatera Utara. Bagaimana seorang calon Gubernur Sumatera Utara mau dipilih kalau daerahnya saja tidak dikuasai? Termasuklah budaya Batak itu tadi,” tegasnya.

Terpisah, salah satu budayawan Batak Thomson HS, saat dihubungi METRO, Rabu (16/1) mengatakan, bahwa Effendi Simbolon tidak bisa mengatakan Dahlan Iskan tidak pantas mendapat bulang-bulang.

”Karena pemberian bulang-bulang itu jelas secara adat diberikan kepada orang yang dihormati karena perbuatannya yang baik. Begitulah Pak Dahlan Iskan dihormati oleh tokoh masyarakat di Tapanuli Utara, karena telah peduli terhadap pembangunan Bandara Silangit,” ujar Thomson.

“Harusnya Effendi Simbolon sadar sebagai orang Batak dengan menghormati keputusan tokoh adat Batak. Jangan dibawa sentimen pribadi terhadap keputusan raja-raja adat. Jika Effendi Simbolon iri atas pemberian itu, bila penting dia (Effendi Simbolon) pun kita bulang-bulangi,” papar Thomson.

Serupa disampaikan Berto Pasaribu, salah satu tokoh adat Taput yang turut menyerahkan ulos kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan, Kamis (17/1) di Siborongborong.

“Saya tersinggung dan merasa dilecehkan oleh beliau (Effendi Simbolon) karena pernyataannya terhadap Pak Menteri BUMN Dahlan Iskan. Pemberian ulos kepada pak menteri sudah kami (tokoh adat Taput) musyawarahkan terlebihdahulu dengan berbagai pertimbangan. Jelas, pemberian ulos itu berdasarkan hasil mufakat kami,” ujar Berto Pasaribu.

“Jadi, Effendi Simbolon jangan asal bicara. Jangan dia pikir kami tidak ada pertimbangan untuk menyematkan ulos itu kepada pak Dahlan Iskan,” lanjutnya.

Berto juga mengaku dirinya sangat kesal begitu mengetahui pernyataan Effendi Simbolon dalam sebuah acara di rumah Bupati Simalungun JR Saragih, yang menyebut “Kalian ulosi orang gila itu? Masa kalian biarkan orang gila itu diulosi?” adalah komentar yang emosional.

“Atau mungkin Effendi Simbolon lagi emosi karena dukungan masyarakat di Bonapasogit ini kurang terhadap dia? Sebagai calon pemimpin seharusnya tidak bisa asal bicara seperti itu,” tandasnya.

Atas pernyataan Effendi tersebut, Berto Pasaribu mengimbau agar masyarakat di Tapanuli tidak memilihnya dalam Pilgubsu nanti. ”Kalau begitu figur seorang calon kepala daerah, buat apa dipilih. Saya mengajak masyarakat di Tapanuli ini agar tidak memilihnya jadi Gubsu,” imbuh Berto kesal.

Salah Besar Mengkritik Pemberian Ulos

Kecaman serupa juga datang dari Tokoh muda batak yang sekaligus Sekretaris Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Hinca Panjaitan. Dia menyatakan, salah besar jika ada orang yang mengkritik pemberian ulos kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) Dahlan Iskan.

“Seharusnya, pemberian ulos kepada Pak Dahlan itu menjadi titik bangkit kita sebagai orang Batak untuk kembali menghormati budaya yang ada. Karena nilai budaya Batak sarat bermuatan nilai-nilai positif. Sangat salah besar kalau ada kritikan dari orang batak atas pemberian tersebut,” ujarnya, Rabu (16/1).

Menurut pria yang tengah getol mengampanyekan penggunaan ulos dan tali-tali (ikat kepala khas orang Batak, red) di kalangan orang muda ini, pemberian ulos merupakan simbol penghormatan tertinggi kepada seseorang. Dimana itu dilakukan dengan tulus tanpa ada penistaan di dalamnya. Alasannya, karena ulos dibuat seorang perempuan batak penuh dengan doa, cinta, ketulusan dan konsentrasi yang luarbiasa.

“Nah hasil akhir dari doa itu diterjemahkan dalam bentuk ulos tersebut. Karena itu dikerjakan penuh konsentrasi dan doa yang tulus sembari menunggu sang suami pulang dari ladang. Jadi secara ritualisasi adat, sangat tinggi nilainya, karena berasal dari doa terbaik perempuan-perempuan batak,” ujarnya.

Karena itu kalau ada seseorang yang mengkritik pemberian ulos yang tulus dari orang Batak kepada orang yang dihormatinya, artinya orang tersebut perlu mengetahui historis adat Batak. “Kenapa kita mengkritik, sementara kita sendiri tidak mau memelihara budaya yang begitu luhur nilainya?” ujarnya.

Seharusnya menurut Hinca, langkah pemberian ulos terus dibudayakan, bukan justru mengkritiknya. Pandangan ini menurutnya perlu terus dilestarikan, karena prinsip orang batak sedari dulu, tidak hanya tulus dalam memberi. Namun juga dipanggil memberikan yang terbaik bagi orang lain. Menurutnya, pemberian ulos juga tentunya tidak sembarangan.

Karena itu kalau ada komunitas Batak yang melakukan hal tersebut, maka dipastikan langkah tersebut telah melalui kajian secara mendalam dan karena melihat figur tersebut layak untuk menerima penghormatan yang ada. “Jadi pemberian ulos bagi orang Batak, itu merupakan penghormatan yang tertinggi,” katanya.

Karena itu, pria yang sejak 2009 lalu berjuang mengembalikan kejayaan tradisi Batak ini, mengajak segenap lapisan masyarakat kembali kepada hakekat kebatakan itu sendiri. Karena kalau tidak dilestarikan, nilai-nilai tradisi yang ada akan punah. Padahal orang asing sendiri, sangat mengagumi tradisi yang ada di orang Batak.

Ia mencontohkan saat November tahun lalu berjalan-jalan ke negeri Cina, dirinya sampai menghabiskan waktu 3 jam lebih hanya untuk berfoto. “Karena hampir semua pengunjung dari berbagai belahan dunia, sangat tertarik melihat tali-tali dan ulos yang saya kenakan.

Mereka tidak hanya memfoto apa yang saya kenakan, namun juga bertanya apa kandungan nilai trasidi di dalamnya. Jadi di situ aku benar-benar merasakan sebagai orang batak yang sesungguhnya. Makanya kalau orang lain saja sangat tertarik, mengapa kita justru mengkritik orang yang memberikan ulos kepada orang lain yang dihormati,” katanya. (sam/hsl/gir)
Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger