Thursday, January 19, 2012

Penyelesaian Permasalahan Tanah Harus Pro Rakyat Kecil Bukan Kapitalis

Penyelesaian Masalah Pertanahan di Sumatera Utara Harus Fokus dan Transparan
Anggota DPD RI utusan Sumatera Utara, DR. H. Rahmat Shah menegaskan bahwa sudah saatnya kita untuk fokus dan benar-benar serius dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan di Sumatera Utara. Dibutuhkan konsentrasi ekstra serta transparansi dan kepedulian yang sungguh-sungguh dari semua intansi terkait dalam upaya penyelesaian konflik ini hingga tuntas segera. Jangan ada sikap pilih kasih melayani kebutuhan masyarakat. Dalam urusan pertanahan mereka jangan ada lagi pengingkaran janji dan komitmen serta pembohongan publik. Untuk itu DPD RI siap menjadi pihak terdepan dalam mencari upaya solusi permasalahan yang ada, terlebih, DPD RI telah membentuk Pansus untuk permasalahan agraria dan sumber daya alam di Indonesia.Pernyataan Rahmat tersebut, disampaikan pada momen diskusi pada acara Rapat Koordinasi Mengenai Masalah Pertanahan yang diselenggarakan di Aula Kamtibmas Mapoldasu di Medan, (16/01) yang dihadiri Gubernur Sumatera Utara dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, anggota DPR RI dan beberapa bupati dan walikota serta perwakilan masyarakat.
Menurut Rahmat, diantara pengingkaran janji yang pernah dilakukan BPN adalah yang mereka lakukan pada tahun lalu. Ini terjadi pada saat adanya kunjungan lapangan delegasi DPD RI sebanyak 11 orang ke Sumatera Utara yang dipimpin oleh DR. H. Rahmat Shah. Delegasi DPD RI selanjutnya mengadakan pertemuan dengan seluruh jajaran BPN se-Sumut di kantor BPN Sumut. Dalam pertemuan tersebut, BPN berjanji untuk segera menyelesaikan hingga tuntas konflik tanah di Sumut dalam waktu tertentu, termasuk berjanji menyelesaikan mapping/pemetaan areal eks HGU PTPN II, namun, kenyataannya, dari dua peta yang dijanjikan, satu lagi belum direalisasikan. "Itu hanya salah satu bentuk pelangaran komitmen yang ada di dalam pengelolaaan kasus pertanahan di Sumut, belum lagi pelanggaran-pelanggaran lain yang bahkan dilakukan oleh pejabat setingkat menteri negara, " ujar Rahmat.

Rahmat yang hadir dalam kapasitas sebagai anggota Komite I DPD RI, komite yang bertugas menjadi solusi bagi masalah pertanahan, mengapresiasi pertemuan dan rapat koordinasi yang digagas bersama Kapolda SU tersebut. Rahmat berharap pertemuan Rapat Koordinasi seperti ini dapat memperjelas permasalahan, memberikan gambaran konkrit serta fokus pada upaya penyesuaian dan kenyataan di lapangan. Secara bertahap, permasalahan pertanahan di Sumatera Utara dapat diselesaikan dengan tuntas dan menyeluruh. Untuk tahapan pertama, Rahmat meminta agar seluruh kasus dan konflik pertanahan yang telah mendapat kepastian hukum yang tetap dan inkrah agar segera diselesaikan proses serah terima dan penerbitan sertifikat maupun aktenya.

Rahmat bahkan mengingatkan bahwa pada saat Surat Keputusan mengenai lahan yang dikeluarkan dari perpanjangan HGU PTPN II seluas 5.873,06 Ha, tentunya, luasan lahan yang telah ditentukan tersebut merupakan ukuran yang jelas dan telah dimapping letak lokasinya karena didasarkan kepada data dan ukuran yang pasti. Angka tersebut bukan berasal dari angka yang direka-reka ataupun fiktif. Karenanya, menjadi sebuah pertanyaan bagi publik, mengapa permasalahan letak dan ukuran saja tidak pernah tuntas hingga memakan waktu 10 tahun.

Dalam kesempatan tersebut, Rahmat yang merupakan anggota Komite I DPD RI mengingatkan kembali perjuangan permasalahan tanah di Sumut telah dibawa ke tingkat nasional. Rahmat menyampaikan bahwa para kepala daerah yang diantaranya adalah bupati Langkat, walikota Binjai, bupati Deli Serdang dan bupati Serdang Bedagai dan perwakilan Formas (Forum Masyarakat Sari Rejo) serta berbagai pihak lainnya, berjuang hingga ke Senayan Jakarta dan dengan difasilitasi Komite I DPD RI, yang salah satu ruang lingkupnya adalah masalah pertanahan, dipertemukan dengan Meneg BUMN, perwakilan Menteri Keuangan, perwakilan KASAU dan perwakilan BPN Pusat dalam pembahasan mengenai pelepasan tanah eks HGU PTPN II yang akan dipergunakan untuk kepentingan dan fasilitas umum serta membahas permasalahan sengketa pertanahan di kelurahan Sari Rejo, Medan, dimana ditandatangani kesepakatan instansi terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam waktu dua bulan, namun hingga kini tidak juga tuntas.

Masih dalam kesempatan yang sama, Rahmat menyesalkan rendahnya komitmen kebersamaan sesama pengelola negara di dalam proses pembangunan. Rahmat mencontohkan kasus rencana pembangunan Madrasah Bertaraf Internasional di kabupaten Serdang Bedagai. Awalnya segala proses ke arah pembangunan tersebut tidak bermasalah terutama dalam hal lokasi karena tidak termasuk ke dalam areal lokasi yang diperpanjang HGU-nya. Belakangan ketika dana bantuan presiden Rp. 50 Milyar yang diserahkan langsung dalam acara Peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2009 di Bandung, untuk pembangunan madrasah tersebut, hendak direalisasikan pembangunannya, ternyata tidak dapat dilanjutkan karena adanya pernyataan BPN bahwa areal rencana lokasi madrasah masih termasuk ke dalam lokasi HGU PTPN. Hal ini menurut Rahmat menunjukkan bahwa untuk kepentingan atas nama negara melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Agama saja, BPN tidak kooperatif. Rahmat juga mencontohkan adanya sekelompok warga yang dipimpin seorang pendeta yang datang kepadanya dan mengadukan nasib penggusuran tanah mereka yang berstatus hak milik dan belum pernah bersengketa dan belum dibatalkan oleh BPN di kota Medan. Tanah tersebut dieksekusi oleh Pengadilan Negeri sedang mereka tidak tersangkut dalam perkara tersebut. Kenyataannya, di atas tanah tersebut berdiri sebuah sekolah yang dibantu sebesar Rp. 6 Milyar oleh negara Korea. Hal ini sangat memperihatinkan, karena, saat dunia pendidikan kita masih dibantu negara luar pun, kita masih mempersulitnya dan bahkan ingin menghancurkannya.

Karenanya, Rahmat menegaskan bahwa kini saatnya semua komponen daerah untuk fokus dan sungguh-sungguh menuntaskan permasalahan sengketa maupun konflik pertanahan yang ada di Sumatera Utara dengan niat yang tulus yang bukan didasarkan kepada kepentingan politik ataupun pencitraan untuk tujuan-tujuan tertentu. Kerja ini harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan segenap komponen masyarakat yang kompeten dan berwenang langsung agar hasilnya baik. "Tentunya kita tidak ingin mengulangi cara lama yang keliru, yakni kita telah berkali-kali mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak, akan tetapi, jalan keluar dari permasalahan selalu terhambat dan yang dominan menghambat adalah BPN, " tegas Rahmat.

Di akhir pernyataannya Rahmat berpesan kepada seluruh komponen masyarakat untuk tidak mempergunakan cara-cara kekerasan dan anarkis dalam menyelesaikan masalah, dan kepada para mafia tanah agar sadar bahwa sekecil apapun, tanah adalah sumber kehidupan masyarakat kecil, karenanya, janganlah berbuat dan mengambil keuntungan di atas penderitaan masyarakat kecil.(rel/hers)
Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger