Thursday, February 9, 2012

Revolusi Cerdas Satu-Satunya Obat Untuk Indonesia Yang Masih Sakit

Indonesia masih sakit, adalah kata yang tepat untuk kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini. Lihatlah banyaknya masalah dan sangat minimnya prestasi sehingga memumpuskan harapan masyarakat miskin yang pada umumnya masih lebih banyak daripada masyarakat berkecukupan. Gambaran pergolakan masyakarat miskin (kecil) adalah contoh minimnya prestasi bangsa Indonesia merubah paradigma kepemimpinan yang pernah didengungkan oleh para reformis yang menuntut keadilan hukum bagi siapa saja yang berhak mendapatkannya. Pemerintah, penegak hukum dan para elit politik Indonesia hanya santun kepada kaum kapitalis namun sinis terhadap kaum papa.

Kronisnya penyakit yang dialami oleh Indonesia akibat "keterkejutan" para mereka-mereka yang menyebutkan dirinya  para pelopor kaum reformis. Keterkejutan itu dapat dilihat dari perjuangan yang ternyata mampu menumbangkan kekuasaan yang telah berakar rumput selama hampir 32 tahun.  Para pelopor reformis pun dielu-elukan oleh seluruh bangsa Indonesia yang menginginkan perubahan tapi masih belum bangun dari tidurnya akibat mimpi indah yang sangat panjang.

Perjuangan reformasi yang dilakukan oleh para reformis memang memiliki dampak positif dan negatif, positif karena demokrasi itu mampu kembali berjalan, kebebasan berpendapat (bersuara/berekspresi), kebebesan berkelompok (berorganisasi) memang berhasil diraih sebagai hak dasar manusia yang mengakibatkan efek jera bagi para calon pemimpin nomor satu Indonesia yang selama ini hampir seluruh waktu kepemimpinannya akibat ditumbangkan oleh kekuatan komunal yang berasal dari masyarakatnya sendiri.

Akibat  reformasi yang merindukan kepemimpinan Indonesia baru yang berazaskan  demokrasi, para reformis pun mulai bergairah, kekosongan singgasana (belum terpilihnya pemimpin yang diharapkan sesuai dengan perjuangan reformis) beserta kenikmatannya rupanya tidak dapat menahan nafsu ingin menguasai dan memiliki singgasana yang menyebabkan "runtuhnya idealisme" memperjuangkan nasib bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik, sehingga peluang merebut kekuasaan pun dilakukan oleh sebagian pelopor reformasi mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Perebutan kekuasaan itu pun terbilang sukses mulai terpilihnya perwakilan rakyat dari tingkat daerah  hingga pusat dan presiden baru berdasarkan suara terbanyak oleh MPR/DPR RI. Perebutan kekuasaan tersebut rupanya menjadi perpecahan sesama pejuang reformasi, celah itu menjadi peluang para capitalis dan borjuis kembali masuk untuk menguasai perjalan demokrasi di Indonesia.

Runtuhnya idealisme para reformis mengakibatkan egoisme, menyatakan diri siapa yang paling berjasa pun dimulai, sehingga para reformis hanya memperjuangkan kelompoknya-kelompoknya saja. Munculnya banyak partai-partai baru yang hingga saat ini tidak memiliki makna yang berarti bagi masyarakat terutama kalangan bawah dan non elite politik sebagai gambaran bahwa reformasi masih hanya mimpi panjang yang harus diperjuangkan kembali sesuai tujuan awal.

Degradasi moral mulai dari kalangan elite politik hingga masyarakat arus bawah yang salah menafsirkan arti "Reformasi" mengakibatkan kebebasaan yang didapatkan menjadi ajang menunjukkan kekuasaan uang  oleh kapitalis, kekuasaan kelompok oleh mayoritas dalam merebut kekuasaan di Negara Republik Indonesia ini.

Beberapa dampak dari kegagalan para pelopor reformis dalam menciptakan demokrasi adalah :

1. Hampir seluruh pucuk pimpinan di Indonesia mulai dari birokrasi hingga jabatan yang membutuhkan  keterampilan, profesionalisme seperti pada lembaga-lembaga, departemen-departemen,  disnas-dinas dan badan-badan menjadi jabatan politis, sehingga  tidak ada kesempatan bagi mereka-mereka yang memang memiliki integritas, kemampuan dan hati nurani untuk kemajuan Indonesia.

2. Kebebasaan berpendapat/berekspresi, berkelompok untuk demokrasi menjadi ajang untuk unjuk kekuatan bagi para dirinya yang menganggap mayoritas dan kaum pemilik modal, sehingga  demokrasi dan hukum di Indonesia bisa dibeli mulai dari kepemimpinan pemerintahan hingga penegakan hukum (status quo pun masih terwariskan).

Dampak-dampak tersebut memang tidak merugikan para kaum elite dan pemilik modal karena mereka tetap nyaman sebagai warga negara namun tidak bagi masyarakat bawah (grass root), persoalan-persoalan seperti konflik agama, ras, suku yang gampang tersulut, oleh kepentingan para elite politik menjadi modal merebut kekuasaan, sengketa lahan, hukum dan demokrasi yang dibeli dengan money politik menjadi komsumsi oleh para kaum kapitalis dan borjuis yang menyamar sebagai politisi maupun penegak hukum dan keamanan.

Masyarakat bawah (grass root) yang lapar tidak menyadari bahwa pertikaian sesama adalah akibat ulah mereka-mereka ini, sehingga kekerasan mengatasnamakan agama, suku dan ras pun terjadi di Indonesia. Bagaikan singa dan ksatria menghunuskan pedang, menenteng senjata dan darah manusia pun menjadi halal sesama masyarakat kecil saling menyerang demi kepentingan kelompok, keinginan memisahkan diri dari  Negara kesatuan Republik Indoesiapun mulai muncul, hal-hal tersebut mengakibatkan sebagian rakyat Indonesia merasa "Satu Negara tetapi tidak Satu Bangsa dan Satu Tanah Air".

Untuk itu "Revolusi Cerdas" memang menjadi obat untuk menyembuhkan Indonesia yang mengarah ke kanker yang menyerang seluruh lini dengan mengubah pola pikir berdasarkan hati nurani sebagai bangsa Indonesia.  Revolusi cerdas dapat dimulai dari :

1. Pendidikan kebangsaan secara menyeluruh, sadar sebagai satu bangsa dan satu tanah air (Nasionalisme).

2. Pemangkasan Generasi, sehingga pewarisan sifat menjajah(senioritas berlebihan), tidak terjadi lagi,  Indonesia harus di pimpin oleh Generasi Muda (masa kini) yang lebih idealis dan Nasionalis, berpendidikan yang menjunjung tinggi hak azasi manusia dengan usia maksimal 40 Tahun disegala lini.

3. Menjadi pelopor relawan untuk kemajuan bangsa yang tidak ingin ditokohkan dan tidak mengambil bagian kekuasaan di Republik Indonesia dan memberikannya kepada orang yang lebih cocok (The Right Man On The Right Place) melalui bermacam-macam kontribusi seperti pemikiran (ilmu pengetahuan), tenaga maupun materi.   .

4. Menghilangkan superior Pulau Jawa (bukan bermaksud kesukuan) di Indonesia, sehingga pembangunan dapat merata karena Indonesia tidak hanya Pulau Jawa tetapi terdiri dari beberapa pulau besar lainnya yang memiliki potensi sehingga setiap masyarakat di daerah merasa bahwa daerahnya adalah bagian dari Indonesia.

5. Menggali sendiri potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dengan memaksimalkan kebudayaan sendiri yang telah ada sebelum masuknya budaya dan pengaruh-pengaruh asing melalui budaya maupun agama.

6. Pendidikan yang mengutamakan keterampilan (Skill), sehingga profesionalisme dalam bidang pekerjaan seperti yang terkait dengan science dan teknologi, kerajinan, pertanian, kelauatan dan kehutanan menjadi dasar seluruh pendidikan untuk menopang industri terkait dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan berimbang sehingga bersaing dengan negara-negara lain.

7. Hilangkan Money Politics dalam berdemokrasi di Indonesia mulai dari pemilihan Presiden, hingga RT/RW.

8. Mengutamakan Rakyat daripada kaum kapitalis dan politisi (partai), sehingga jika terpilih menjadi presiden/menteri, kepala daerah tidak menjabat apapun  di partai karena mereka adalah milik seluruh rakyat bukan golongan atau partainya saja.

9. Berjiwa besar, berpikir positif, bertanggung jawab dan tahu malu menjadi buadaya yang akan di wariskan kepada generasi berikutnya sebagai tanggung jawab moral karena setiap manusia pasti akan sakit lalu mati baik kaya ataupun miskin tanpa memandang profesinya.

Perjuangan membangun Indonesia lebih baik belum usai, menikmati perjuangan adalah dengan memperjuangkan perjuangan itu karena harapan dan fasilitas Indonesia menjadi nomor satu di dunia sudah tersedia. (fmpb)



Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger