Friday, February 24, 2012

Menyimak "Eden in The East" Sebuah Buku Seorang Peneliti Profesor Stephen Oppenheimer

Pada tahun 2010 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Ufuk Publishing House menyelenggarakan seminar nasional bertajuk "Menelusuri Jejak Sejarah : Indonesia Awal Peradaban Dunia" yang dihadiri oleh pembicara Jimly Ash-Shiddiqie, dari Oxford University, Inggris yakni Prof. Dr. Stephen Oppenheimer dan Dr. Frank Joseph Hoff dari University of Washington. Sementara, pembicara lainnya yaitu Prof. Dr. Sangkot Marzuki dari Lembaga Eijkman dan Dr. Eko Yulianto dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. 

Dr. Hery Harjono, Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI, mengungkapkan bahwa menarik untuk mencermati penelitian yang menyebutkan Indonesia merupakan awal peradaban dunia. Analisis yang sering dikenal sebagai Teori Oppenheimer tersebut tertuang dalam buku karangannya berjudul "Eden in the East". Menurutnya, pendapat tersebut tentu bisa menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia untuk melengkapi berbagai teori yang telah berkembang. 


"Teorinya dikenal sebagai Oppenheimer Theory yang dengan tegas menyatakan bahwa nenek moyang dari induk peradaban manusia modern (Mesir, Mediterania dan Mesopotamia) adalah berasal dari tanah Melayu yang sering disebut dengan sunda land (Indonesia)," paparnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (27/10/2010).

Dia menambahkan bahwa "Eden In The East" mendasarkan kesimpulannya kepada penelitian yang dilakukan selama puluhan tahun. Dokter ahli genetik dengan struktur DNA manusia tersebut, lanjutnya, melakukan riset struktur DNA manusia sejak manusia modern ada selama ribuan tahun yang lalu hingga saat ini dengan pendekatan dasar yang digunakan disiplin keilmuan kedokteran, geologi, linguistik, antropologi, arkeologi, dan folklore

Lebih lanjut, Hery mengulas bahwa buku Prof. Dr. Stephen Oppenhenheimer menegaskan orang-orang Polinesia (penghuni Benua Amerika) bukan berasal dari China sebagaimana yang terpampang dalam setiap teks sejarah buku pelajaran, melainkan dari orang-orang yang datang dari dataran yang hilang dari pulau-pulau di Asia Tenggara.

Penyebaran kebudayaan dan peradaban tersebut, sambungnya, disebabkan "banjir besar" yang melanda permukaan bumi pada 30.000 tahun yang lalu. "Inilah yang menarik diperdebatkan dan menjadi kontroversi karena pertentangan dengan teori sebelumnya," pungkasnya.

Penelitian Oppenheimer selama bertahun-tahun ini akhirnya dibukukan dengan judul Eden in The East. Oppenheimer meyakini ada benua bak surga yang tenggelam di tempat yang kini menjadi wilayah Indonesia dan sekitarnya.

Bayangkanlah wilayah ASEAN hari ini, ada Indonesia, semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan. Bagaimana jika Laut China Selatan kering tanpa air? Itulah Benua Sundaland yang dimaksud oleh Oppenheimer.

Benua ini menurut Oppenheimer ada pada sekitar 14.000 tahun silam. Tentu saja lengkap dengan manusia-manusia yang mendiaminya. Oppenheimer menguatkan teorinya dengan temuan-temuan ilmuwan lain.

Saat itu, Taiwan terhubung langsung dengan China. Tidak ada Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan. Semua adalah daratan kering yang menghubungkan Sumatera, Jawa, Kalimantan dan China. Yang dari dahulu sudah terpisah lautan adalah Sulawesi, Maluku dan Papua yang memiliki laut dalam.

Nah, menurut Oppenheimer dari 14.000 tahun lalu itulah Zaman Es mulai berakhir. Oppenheimer menyebutnya banjir besar. Namun menurut dia, banjir ini bukannya terjadi mendadak, melainkan naik perlahan-lahan.

Dalam periode banjir pertama, air laut naik sampai 50 meter. Ini terjadi dalam 3.000 tahun. Separuh daratan yang menghubungkan China dengan Kalimantan, terendam air.

Kemudian terjadilah banjir kedua pada 11.000 tahun lalu. Air laut naik lagi 30 meter selama 2.500 tahun. Semenanjung Malaysia masih menempel dengan Sumatera. Namun Jawa dan Kalimantan sudah terpisah. Laut China Selatan mulai membentuk seperti yang ada hari ini.

Oppenheimer lantas menambahkan, banjir ketiga terjadi pada 8.500 tahun lalu. Benua Sundaland akhirnya tenggelam sepenuhnya karena air naik lagi 20 meter. Terbentuklah jajaran pulau-pulau Indonesia, dan Semenanjung Malaysia terpisah dengan Nusantara.

Meskipun naik perlahan, Oppenheimer mengatakan kenaikan air laut ini sangat berpengaruh kepada seluruh manusia penghuni Sundaland. Mereka pun terpaksa berimigrasi, menyebar ke seluruh dunia.

Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger