Thursday, August 9, 2012

Ribuan Kubik Kayu Alam Habis Dibabat TPL

HUMBAHAS- Selain menghabiskan sekitar 5.657.500 liter solar bersubsidi dalam setahun di satu SPBU jika rata-rata satu truk menyedot 155 liter per hari, ribuan kubik kayu alam juga dibabat habis PT Toba Pulp Lestari (TPL). Ribuan kubik kayu alam yang sudah berusia puluhan bahkan ratusan tahun diperkirakan selama ini sudah habis dibabat pihak pabrik bubur kertas PT TPL dari 188.055 hektare area Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang dikeluarkan Mentri Kehutanan sesuai dengan SK Nomor 58 Tahun 2011.
“Sangat ironis memang, Bangso Batak yang punya tanah leluhur, tapi TPL yang memiliki kuasa dengan meraup keuntungan hingga triliunan rupiah selama perusahaan itu beroperasi. Saya perlu tegaskan sekali lagi, TPL adalah musuh nomor satu industri perusak lingkungan di tanah Batak,” tegas Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Bonapasogit (FMPB) Turman Simanjuntak kepada METRO, Rabu (8/8) saat dihubungi melalui ponselnya. Secara administratif, TPL memang memiliki izin IUPHHK dari Mentri Kehutanan. Tapi, kalau dilihat dari sisi dampak lingkungan, jelas TPL telah merusak ekosistem dan bahkan tatanan kekerabatan di tengah-tengah suku Batak.

Banyak kalangan elit politik, penegak hukum dan pemerintah yang mengetahui bahwa TPL dua kali diuntungkan atas pemberian IUPHHK. “Pertama mereka menebang habis kayu alam di area yang dimiliki. Kemudian mengolah kayu alam tersebut menjadi bubur kertas. Selanjutnya, barulah mereka (TPL,red) menanam eucalyptus,” sambung Turman. Selanjutnya, Turman menyebut, bahwa dampak limbah dan pengrusakan lingkungan yang disebabkan TPL akan dirasakan masyarakat Batak yang tinggal di Bonapasogit sepuluh tahun mendatang. ”Dampak dari limbah padat maupun limbah cair yang dibuang TPL dari pabriknya akan dirasakan masyarakat Batak sepuluh tahun mendatang.

Khususnya yang tinggal berdekatan di area pabrik. Sedangkan untuk kerusakan lingkungan akibat penebangan kayu yang terus menerus terjadi, saat ini sudah mulai kelihatan dari penurunan debit air Danau Toba,” paparnya. Terkait pernyataan Ketua Umum FMPB tersebut, Humas PT TPL Lambertus Siregar saat dihubungi METRO, Rabu (8/8) melalui ponselnya, mengakui bahwa perusahaan bubur kertas tersebut mengambil semua jenis kayu alam dari area IUPHHK mereka. ”Kita ambil memang, tapi setelah kita olah, kita salurkan dana PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) dan dana reboisasi kepada pemerintah,” singkat Lambertus.

Sebelumnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHIi) Sumatera Utara Kusnadi, juga menyorot tajam soal penanganan limbah padat dan limbah cair yang dikeluarkan perusahaan bubur kertas PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang ada di Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir. Selain soal limbah, WALHI Sumut juga menyoroti pohon eucalyptus yang ditanam TPL di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba. Kusnadi menegaskan, sebaiknya limbah cair yang dikeluarkan TPL sebelum dibuang ke alam dipastikan lebih dulu aman secara keseluruhan.

”Pembuktian bahwa limbah tersebut aman, tentunya harus memenuhi standar baku mutu yang dibolehkan. Untuk itu BLH (Badan Lingkungan Hidup) Sumatera Utara harus melakukan uji berkala guna memastikan bahwa limbah tersebut telah aman. Berita acara hasil pengujian berkala/insidential harus disampaikan ke publik melalui media sehingga publik mendapat informasi yang benar,” tandas Kusnadi. Selanjutnya, Kusnadi menekankan, khusus untuk limbah padat (asap) BLH Sumut sebagai lembaga yang berkewengan untuk memonitor, harus menguji dan melaporkan secara berkala dan insedential kepada publik melalui media.

”BLH harus memastikan bahwa tinggi cerobong asap lebih dari tinggi bangunan di sekitarnya,” tandas Kusnadi. Terkait pohon eucalyptus yang ditanam TPL di DTA Danau Toba, WALHI Sumut menyikapi bahwa tanaman industri TPL jenis eucalyptus bukan merupakan tanaman endemik setempat (kawasan Danau Toba, red).   “Keputusan TPL menggantikan tanaman jenis pinus yang ditebang dengan eucalyptus perlu dipertanyakan. Sebab eucalyptus menyerap air sangat tinggi, saya khawatir jika tanaman ini ditanam secara massal menyebabkan menurunya air permukaan Danau Toba secara drastis dikemudian hari.

Atau, TPL punya pertimbangan bisnis lain yang lebih menguntungkan yang tidak diketahui masyarakat. Mengingat banyak sekali manfaat lain dari eucalyptus,” bebernya. Menyikapi keberadaan tanaman eucalyptus tersebut terhadap jenis tanaman atau pohon di sekitarnya, WALHI Sumut meminta agar TPL mengedepankan pola tanaman polycultur yang sesuai dengan iklim dataran setempat dan mengutamakan jenis tanaman endemik setempat yakni pinus.

“Eksistensi jenis pinus setempat telah teruji keberadaanya selama beratus-ratus tahun yang lalu sampai sekarang,” tuturnya. Ditanya soal dampak limbah TPL terhadap mahluk hidup di sekitarnya, khususnya kepada manusia, Kusandi menyebut, jika limbah TPL tidak ditangani secara baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang ada, maka WALHI bersama masyarakat setempat akan mendorong pemerintah  sesuai dengan kewenangannya untuk mengambil tindakan tegas agar segera memberikan sanksi. (hsl)
Free web Counter Log Counter powered by  http://www.myusersonline.com
stay younger